marquee

WELCOME TO MY BLOG, FRIENDS!

Laman

Minggu, 30 November 2014

Menyakiti diri sendiri karena depresi??


Mom, Dad, how if your daughter is self harmer?


image by ferisa


Pernah gak sih kalian bayangkan kalau tiba-tiba kalian menemukan teman, keluarga, pacar, anak atau orang terdekat kalian terbaring di lantai dengan wajah dan tubuh berlumur darah ala film-film tragis? Dan ternyata darah itu berasal dari luka-luka yang dia buat sendiri.


source : dailyrecord.co.uk
Mungkin beberapa dari kita sudah akrab dengan apa yang dinamakan self harm –yaitu suatu hobi atau kesukaan atau kebiasaan dimana kita melukai diri kita sendiri. Medianya bisa silet, pisau, gunting. Biasanya luka itu hanya berupa goresan yang menimbulkan darah, dan ini tergolong sebagai gangguan mental. Di beberapa tulisan yang aku baca, self harm adalah candu, dan membuat kita susah lepas darinya karena konon katanya itu “enak”.

Bener gak sih?

Semula aku juga penasaran, karena di fanfic (RPF) favoritku juga kerapkali menyinggung tema self harm. Dan para author jago banget mendeskripsikan self harm itu sebagai sesuatu yang benar-benar “enak”.

Biasanya para pelaku self harm ini adalah orang-orang dengan latar kehidupan yang nggak terlalu bagus, tempramen,penuh gejolak, frustasi atau depressi. Self harm adalah bentuk pelampiasan, atau pelarian. Bentuk cara nekat saat pelakunya berusaha mengatasi emosi atau perasaa-perasaan yang tidak bisa mereka tanggung. Beberapa sumber juga mengatakan pelaku self harm punya gangguan-gangguan mental lain seperti bipolar disorder, kompulsif, juga termasuk dalam pemakai narkoba dan alkoholik.

Rasa sakit dan perih yang timbul karena luka-luka itu bisa mengalihkan perasaan-perasaan tidak karuan yang mereka rasakan. Akan tetapi mereka melakukannya bukan karena ingin bunuh diri. Oke, dari semua uraian di atas, kesimpulannya, self harm adalah sesuatu yang “salah”.

Atau paling nggak –ngeri. Dan nggak benar. Juga nggak seharusnya. Baik dilihat dari segi kesehatan (ancaman infeksi), dari segi agama (kita tidak boleh menyakiti diri sendiri) atau dari segi estetika (bekas-bekasnya ngeri, man!).

Tapi tahu kah kalian semua, bahwa aku menulis post ini dengan keadaan lengan kiri penuh dengan goresan silet yang sudah merah dan bengkak? Dan wajah penuh bercak darah kering karena aku pakai buat ngelap lengan kiri?

Mungkin terdengar seperti creepy pasta, but this is true.

Bukan berniat pamer (pelaku self harm biasanya menutup nutupi perbuatannya), aku hanya ingin berbagi. Bukan berbagi dengan sesama self harmer di luar sana –tapi buat kalian yang belum pernah kenal apa itu self harm. Dan doaku buat kalian adalah : jangan kenal apa itu self harm.

Kalau dibilang, rasa sakit itu emang enak (please, aku sudah terbiasa jadi sandsack nya anak-anak kalau lagi nongkrong di pangkalan Jones). Satu keadaan yang bisa membuat kita melupakan rasa sakit yang lain. Pain vs pain make us feel better. Real. Aku emosian, tempramen, penuh masalah, emang! Tapi aku ingin berhenti dari semua kebiasaan ini.

Menjauhkan tangan-tangan ini dari keping-kepingan silet dan gunting.

Kalau boleh berbagi cerita sedikit, guys, awal november lalu aku ada rencana ke Jakarta sama temen-temen sekolah, mengunjungi pameran pendidikan di balai Kartini, Jakarta. Malemnya, karena gugup, kakiku jadi korban sayatan. Aku melakukannya hampir dalam keadaan sadar –tapi juga nggak sadar (guru kimiaku pernah bilang aku split personality). Intinya aku “melakukannya” tapi saat aku bikin goresan-goresan, itu seperti “bukan aku”.

Oke, ini bukan film fantasi atau novel novel karanganku, aku serius. Malamnya, kakinya nyeri bukan main. nyeri otot, hampir masuk tulang. Aku hampir-hampir mbatalin rencana ke Jakarta waktu itu, karena aku takut kakiku kenapa-kenapa.

Tahu Clostridium tetanii kan? Bakteri penyebab tetanus yang biasanya masuk lewat logam berkarat? Nah kebetulan... silet yang kupakai emang udah agak lama. Pengalamanku berkutat dengan silet di laboratorium biologi sih, silet emang gampang berkarat. Kebayang gimana takutnya aku saat itu?

Alhamdulillah aku nggak kenapa-kenapa. Dan aku nggak pengen kenapa-kenapa.

Guys, self harm bukan tren. Aku tahu aku salah, dan buat kalian yang pernah tahu apa itu self harm, jangan pernah coba. Jangan remehkan self harm, karena terkadang ita nggak tahu kapan “apes” nya kita, dan kapan ada ancaman-ancaman datang ketika kita melakukannya. Aku sendiri dalam proses berhenti sekarang.
Bukan pamer –but believe me. Cut urself is useless. Berbagilah dengan orang lain, seperti aku (yang selama ini selalu menutup-nutupi perbuatanku) berani menulis ini untuk kalian.

Lihat aku setiap hari pakai jas almamater sekolah yang hitam, supaya nggak ada darah merembes keluar di seragam putihku. Tapi sekarang ini aku bisa bilang “ini waktunya aku mencoba pakai seragam putih lagi”. 

Dan menyudahi semuanya.



Bogor, 2014-11-29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar